A. PendahuluanOksigen terlarut (Dissolved Oxygen) merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam analisis kualitas air permukaan maupun airtanah. Nilai DO menunjukkan jumlah kadar oksigen (O2) yang tersedia di dalam air. Semakin besar nilai DO dalam suatu air, maka semakin baik kualitas airnya. Sedangkan, untuk nilai DO yang rendah, biasanya terdapat pada air yang terkontaminasi atau tercemar. Nilai DO juga menunjukan jumlah biota air seperti ikan dan mikroorganisme yang hidup di dalamnya (id.wikipedia, 2017).Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan biota air. Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi efesien pengambilan oksigen oleh biota air, sehingga dapat menurunkan kelangsungan hidup yang normal dalam lingkungan hidupnya. Kadar oksigen yang tinggi biasanya dijumpai pada lapisan dekat permukaan tanah. Hal ini dikarenakan pada lapisan ini terjadi interaksi langsung dengan udara bebas. Phytoplankton juga membantu meningkatkan kadar oksigen terlarut pada siang hari. Penambahan kadar oksigen ini disebabkan oleh proses fotosintesis (Hutabarat dan Evans, 1984).Menurut Warjdono (1974), oksigen terlarut di dalam air dipengaruhi oleh temperatur, tekanan parsial dari udara bebas dan di dalam air, salinitas dan unsur-unsur yang mudah teroksidasi di dalam air. Jika temperatur dan salinitas meningkat, maka kelarutan akan menurun. Selain itu, oksigen terlarut juga akan menurun akibat dari pembusukan dan respirasi dari biota air yang kemudian diikuti dengan meningkatnya CO2 serta menurunnya pH dalam air.Nilai kadar oksigen terlarut 2 mgr/L adalah nilai minimal yang dibutuhkan biota air untuk mendukung keberlangsungan hidupnya di dalam air. Agar kehidupan biota air dapat dinyatakan layak atau agar kegiatan perikanan dapat berhasil maka nilai kadar oksigen terlarut harus tidak boleh kurang daripada 4 ppm (Ismail, H, 1994).B. Definisi1. Dissolved Oxygen (DO)Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) merupakan jumlah oksigen terlarut dalam air yang dinyatakan dalam miligram O2 per liter atau ppm (part per million). Oksigen terlarut pada air permukaan, biasanya berasal dari proses fotosintetis tumbuhan air dan udara bebas yang masuk ke dalam air dengan kecepatan yang lambat. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dibutuhkan oleh semua biota air untuk pernapasan, proses metabolisme, energi, pertumbuhan dan pemkembangbiakan di dalam air (Salmin, 2005).Konsentrasi oksigen terlarut di dalam air bervariasi tergantung dari temperatur dan tekanan atmosfer. Semakin tinggi temperatur air, maka akan semakin rendah tingkat kejenuhan. Konsentrasi oksigen terlarut di dalam air yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan dan biota air lainnya akan mati. Sebaliknya, jika konsentrasi oksigen terlarut terlalu tinggi, maka dapat mengakibatkan semakin cepatnya proses korosi pada logam. Hai ini dikarenakan oksigen akan mengikat hidrogen yang melapisi permukaan logam (Fardiaz, 1992).2. BOD (Biological Oxygen Demand)Pengertian BOD menurut Sawyer dan McCarty (2003), “Biochemial Oxygen Demand (BOD) is usually defined as the amount of oxygen required by bacteria while stabilizing decomposabl organic matter under aerobic conditions”. Artinya Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) biasanya mendefinisikan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menstabilisasi materi organik yang dapat diuraikan dibawah kondisi aerobik.BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah jumlah kandungan oksigen terlarut yang diperlukan oleh bakteri di dalam air untuk menguraikan (mengoksidasikan) zat organik yang ada di dalam air. Pengertian lainnya adalah jumlah oksigen dalam miligram yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat organik secara biokimiawi dalam 1 liter air selama pengeraman 5x24 jam pada temperatur 20oC (PESCOD (1973) dalam Widyaningsih, V, 2011).Penguraian bahan organik di alam, melibatkan berbagai macam organisme dan menyangkut reaksi oksidasi. Dimana reaksi oksidasi ini, hasil akhirnya berupa karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Reaksi oksidasi selama pengujian BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis yang sangat dipengaruhi oleh temperatur dan jumlah populasi. Oleh karena itu, selama pengujian BOD, temperatur harus diusahakan konstan pada 20°C. Sedangkan mengenai waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi, secara teoritis adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama kurun waktu itu persentase reaksi cukup besar dari total BOD (Widyaningsih, V, 2011).Waktu pengujian BOD selama 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan waktu pengujian BOD 5 hari merupakan 70-80% dari nilai waktu pengujian BOD total. Penentuan waktu pengujian BOD adalah 5 hari, dapat mengurangi kemungkinan hasil oksidasi ammonia (NH3) yang cukup tinggi terbentuk. (Sawyer & Mc Carty, 2003).3. COD (Chemical Oxygen Demand)Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen (O2) dalam miligram yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan atau zat organis per 1 liter sampel air dimana pengoksidasinya berupa kalium dikromat (K2Cr2O7) yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Alaerts dan Santika, 1987).Nilai COD berhubungan erat dengan jumlah kandungan oksigen terlarut, karena oksigen terlarut merupakan salah satu parameter penting yang dapat digunakan untuk mengetahui gerakan masssa air dan merupakan indikator yang peka terhadap proses-proses kimia dan biologi (Widyaningsih, V, 2011).Kalium dikromat (K2Cr2O7) digunakan sebagai agen pengoksidasi karena kemampuannya dalam mengoksidasi berbagai macam bahan organik secara sempurna menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Pada uji COD, sifat kalium dikromat yang dipilih yaitu berupa asam kuat dan bertemperatur tinggi. Sehingga, secara alamiah akan terjadi kehilangan zat-zat yang menguap dan terjadi pembentukan zat-zat selama waktu penguraian (Alaerts dan Santika, 1987).Perbandingan BOD dengan COD menurut (Sudarmaji (1997), yaitu “Analisa COD berbeda dengan analisa BOD namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD dapat ditetapkan. Uji COD biasanya menghasilkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji BOD. Hal ini disebabkan bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologis dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD”. Kemudian hal ini diperjelas oleh (Suriawiria (1993), yang menyatakan bahwa agen hayati seperti bakteri dapat mengoksidasi zat organik menjadi CO2 dan H2O, sedangkan agen kimia seperti kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak zat, sehingga nilai COD lebih tinggi dari BOD pada kondisi air yang sama. Berikut ini adalah tabel perbandingan angka BOD dengan COD untuk beberapa jenis air:Tabel. Perbandingan Rata-Rata Angka BOD5 / COD untuk Beberapa Jenis AirJenis AirBOD5 / COD§ Air buangan domestik (penduduk)§ Air buangan domestik setelah pengendapan primer§ Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis§ Air sungai0,40 – 0,600,600,200,10Sumber : Alaerts dan Santika (1987)C. Sumber Oksigen (O2) di Dalam AirOksigen (O2) merupakan salah satu unsur yang vital dan sangat dibutuhkan oleh semua biota air di dalam perairan. Oksigen bersumber dari oksigen yang terdapat di atmosfer dan proses fotosintesis tumbuhan air maupun fitoplankton dengan bantuan energi matahari. Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang, ombak dan air terjun (Effendi, 2003).Oksigen juga dapat bersumber dari oksidasi karbohidrat sebagai sumber energi dalam metabolisme tubuh biota air dan pembakaran karbohidrat tersebut mengeluarkan kembali CO2 dan H2O. Dimana proses pembentukan karbohidrat salah satunya berasal proses fotosintesis (Khiatuddin, 2003).D. Kadar Oksigen (O2)Kadar oksigen (O2) terlarut dalam perairan tawar berkisar antara 15 mg/l pada temperatur 0oC dan 8 mg/l pada temperatur 25oC. Sedangkan, kadar oksigen (O2) terlarut dalam perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l (Efendi, 2003).Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar oksigen (O2) dalam perairan secara umum, yaitu spesies, ukuran, jumlah pakan yang dimakan, aktivitas, temperatur, dan sebagainya. Konsentrasi oksigen (O2) yang rendah dapat menyebabkan stress dan kematian pada ikan atau biota air lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar oksigen (O2) dalam perairan secara umum tersebut merupakan alasan terhambatnya aktivitas akar tumbuhan dan mikrobia, serta difusi yang menyebabkan naiknya kadar CO2 dan turunnya kadar O2 (Hanafiah 2005).E. Peranan Oksigen (O2) Dalam PerairanMenurut Zonnelved (1991) dalam Kordi (2004), peranan oksigen dalam perairan, yaitu dalam memenuhi kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan memenuhi kebutuhan komsumtif yang tergantung pada keadaan metabolisme suatu organisme. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan molekul sel dari organisme yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah.Kegunaan oksigen di dalam perairan bagi organisme, yaitu untuk pembakaran bahan bakarnya (makanan) agar dapat aktivitas, seperti aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi, dan sebagainya. Konsenterasi minimum agar sebagian besar organisme air dapat hidup dengan baik adalah sebesar 5 ppm. Apabila pada perairan konsenterasi oksigen dibawah 4 ppm, maka organisme air akan mulai menurun nafsu makannya tetapi masih bisa bertahan hidup (Kordi, 2004).F. Hubungan Oksigen (O2) Dengan Parameter LainParameter lain yang berhubungan erat dengan oksigen (O2), yaitu seperti karbondioksida, alkalinitas, temperatur, pH, dan sebagainya. Berikut hubungan oksigen dengan parameter lainnya (Efendi, 2003):Semakin tinggi kadar oksigen yang dibutuhkan, maka karbondioksida yang dilepaskan sedikit.Semakin tinggi temperatur, maka semakin rendah kadar oksigen yang dibutuhkan.Semakin tinggi kadar oksigen yang dibutuhkan, maka alkalinitas semakin rendah.Menurut (Hutabarat dan Evans, 1984), kadar oksigen yang tinggi biasanya dijumpai pada lapisan dekat permukaan tanah. Hal ini dikarenakan pada lapisan ini terjadi interaksi langsung dengan udara bebas. Phytoplankton juga membantu meningkatkan kadar oksigen terlarut pada siang hari. Penambahan kadar oksigen ini disebabkan oleh proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut dalam perairan.G. Dampak Oksigen (O2) dalam PerairanPengurangan oksigen (O2) dalam air pun tergantung pada banyaknya partikel organik dalam air yang membutuhkan perombakan oleh bakteri melalui proses oksidasi. Makin banyak partikel organik, maka makin banyak aktivitas bakteri perombak dan makin banyak oksigen yang dikonsumsi sehingga makin berkurang oksigen dalam air (Lesmana, 2005).Oksigen (O2) terlarut dalam air secara ilmiah terjadi secara kesinambungan. Organisme yang ada dalam air pertumbuhannya membutuhkan sumber energi seperti unsur carbon (C) yang diperoleh dari bahan organik yang berasal dari ganggang yang mati maupun oksigen dari udara. Dan apabila bahan organik dalam air menjadi berlebih sebagai akibat masuknya limbah aktivitas (seperti limbah organik dari industri), yang berarti suplai karbon (C) melimpah, menyebabkan kecepatan pertumbuhan organisme akan berlipat ganda (Putranto, 2009).H. Penanggulangan Oksigen (O2)Oksigen terlarut dalam air merupakan parameter kualitas air yang paling kritis pada budidaya ikan. Konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan selalu mengalami perubahan dalam sehari semalam. Sehingga apabila kadar oksigen terlarut berkurang dalam air, maka perlu dilakukan cara-cara yaitu menggunakan aerator atau alat sirkulasi air yang mampu memutar oksigen dari udara kedalam air sacara cepat dan dalam jumlah besar. Oleh karena itu, pengelolaan dalam perairan harus selalu diperhatikan kadar dan perubahan konsentrasi oksigen terlarutnya (Sitanggang, 2002).Dalam perairan, apabila terjadi penurunan oksigen dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrien yang sangat dibutuhkan organisme perairan. Oksigen terlarut ini diperlukan untuk menjaga kelestarian kehidupan tumbuhan dan hewan dalam air. Kehilangan oksigen karena proses biologis ini diganti dari melarutkan udara di dalam air dan dari proses fotosintesis tumbuhan air.Daftar PustakaAlaert.G dan Santika, S. S. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.Fardiaz. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.Hanafiah, A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.Hutabarat dan Evans, 1984, Pengantar Oceanografi, Universitas Indonesia, Jakarta.Ismail H. 1994. Studi Kelayakan Perairan Pulau Pajenekang (Skripsi). UNHAS, Ujung Pandang.Id.wikipedia.org. (2017). Oksigen terlarut. [online] Available at: https://id.wikipedia.org/wiki/Oksigen_terlarut [Accessed 25 Jan. 2017].Khiatuddin, M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa Buatan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Kordi, K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT Rineka Cipta dan PT Bina Aksara. Jakarta.Lesmana, D.S. 2005. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana. Vol. XXX, Nomor 3. Hal 21-26.Sawyer, C. N. 2003. Chemistry for Environmental Engineering and Science 5th edition. Singapore: Mc. Graw Hill Book Co.Sitanggang, M. 2002.Mengatasi Penyakit dan Hama Pada Ikan Hias. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.Sudarmaji. 1991. Petunjuk Praktikum Kualitas Air. Laboratorium Hidrologi dan Kualitas Air. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.Suriawiria, U. 1993. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Buangan secara Biologis. Bandung: Penerbit Alumni.Warjdono, S,T,H. 1974. ManajemenKualitas Air.Fak.Perikanan IPB. Bogor.Widyaningsih, V, 2011. Pengelolaan Limbah Cair Kantin Yongma FISIP UI. Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Jakarta.http://aswarpunyainfo.blogspot.co.id/2012/11/laporan-praktikum-oksigen-terlarut-do.html