Identitas proposal Bagian ini memuat nama Ketua Tim Peneliti, Anggota Tim Peneliti (termasuk jumlah mahasiswa yang terlibat), KK, Fakultas/Sekolah, jumlah biaya, prioritas skema riset yang dituju, target output dan tanda tangan pengesahan Ketua Tim Peneliti : Nama lengkap : Dr. Dasapta Erwin Irawan Jabatan fungsional/golongan : Lektor NIP : 19760417 200801 1 007 Fakultas/Sekolah : Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Kelompok keahlian : Geologi Terapan Alamat : Kota Baru ParahyanganAnggota Tim Peneliti : 1. Dr. Rusmawan Suwarman 2. Dr. Arno Dwi Kuncoro 3. Anggi Rustini, S.Si 4. Rendi Ermansyah Putra, S.TBiaya yang diusulkan: Rp. 100.000.000Jenis riset : 4. Program Riset MultidisiplinBidang fokus riset unggulan : Sumber daya air (Energi baru terbarukan)Topik penelitian : Sumber daya air (Energi baru terbarukan)Prioritas skema riset yang dituju :Target output : Ringkasan proposal Pada tahun 2016-2017, Kabupaten Subang mengalami bencana banjir yang parah seluas 1.200 hektar. Uniknya, pada saat yang sama seluas 50 haktar lahan sawah mengalami kekeringan (puso). Kondisi yang ekstrem ini perlu diketahui untuk dapat mengurangi potensi kerugian yang lebih besar di masa mendatang. Oleh karena itu, kami telah merancang metode multidisiplin dengan menggabungkan metode water balance dan pemetaan resistivitas. Luaran yang diharapkan dari riset ini adalah (1) peta lahan rawan kekeringan dan banjir dari tahun ke tahun, (2) kondisi bawah permukaan serta potensi sumber air di daerah yang rawan kekeringan dan banjir, (3) perhitungan pengelolaan sumberdaya air untuk lahan pertanian. PendahuluanLatar belakang permasalahan Pendahuluan Pada tahun 2016-2017, Kabupaten Subang dilanda banjir parah seluas 1.200 hektar pada lahan padi yang menyebabkan 50 hektar diantaranya mengalami gagal panen (Republika, 2 Maret 2017). Menurut Dinas Pertanian Kabupaten Subang, daerah yang dilanda banjir tersebut merupakan wilayah lumbung padi yaitu areal persawahan yang terletak di Subang Utara diantaranya Kecamatan Blanakan, Ciasem, Sukasari, Purwadadi, Ciasem, Cikaum dan Pusakanagara. Kondisi tersebut terjadi karena intensitas curah hujan tinggi yang meluapkan sungai sehingga menyebabkan sawah tergenang dan padi menjadi busuk. Uniknya di tempat yang sama, pada saat musim kemarau lahan padi di Kabupaten Subang juga dilanda kekeringan. Tercatat setidaknya setiap musim kemarau tiba, lahan padi yang mengalami kekeringan adalah sekitar 1,8% dari keseluruhan 80.000 hektar sawah di Subang (Harian Pikiran Rakyat, 30 Agustus 2012), tersebar di daerah Pantura yaitu Pusakanagara, Pusakajaya, Pamanukan, Compreng, Legon Kulon hingga ke Kecamatan Pagaden, Binong dan Pagaden Barat. Selama ini, wilayah tersebut sangat mengandalkan pasokan air dari bendungan Salamdarma yang terlebih dahulu melewati Indramayu sebelum sampai ke Pantura, akibatnya pasokan air yang sampai menjadi berkurang. Butuh waktu sekitar 9 jam untuk sampai ke Pantura dengan jumlah air yang sangat sedikit dibandingkan dengan luas area tanam. Salah satu cara yang dilakukan para petani untuk mengairi sawahnya di saat kekeringan adalah dengan melakukan pemompaan dari sumur bor, namun hasilnya tidak banyak membantu karena biaya operasioanal tinggi dan jumlahnya terbatas hanya bagi sebagian kecil petani yang memiliki alat pompa. Kerugian yang dialami sangat besar dan menimbulkan kekhawatiran akan datangnya kejadian yang sama pada saat musim hujan dan musim kemarau di masa mendatang. Sementara itu, data Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang menunjukkan pada tahun 2012 adanya penurunan produksi padi sebanyak 0,02% dari tahun sebelumnya atau setara dengan 32.000 ton. Angka yang cukup fantastis mengingat bahwa Kabupaten Subang merupakan salah satu lumbung padi nasional.